Tampilkan postingan dengan label HIKMAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HIKMAH. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Oktober 2013

100 Hari Tak Mampu Memandang Wajah Suami

Empat tahun sudah keduanya menikah. Namun pasangan suami istri itu belum juga dikaruniai buah hati. Mulanya mereka tidak merasa ada masalah. Namun saat terdengar bisik-bisik tetangga, sang istri mulai resah. �Kok belum punya anak ya mereka. Yang punya masalah suami atau istri?� kalimat-kalimat itu sampai juga di telinga mereka.
Akhirnya suami istri itu pergi ke dokter. �Mohon bersabar pak,� kata dokter kepada pria itu sambil menyerahkan hasil lab. �Istri anda mandul dan agaknya tidak ada harapan untuk bisa hamil.�
�Kalau begitu, jangan sampaikan ini kepadanya Dok�
�Maksud Anda?�
�Saya khawatir itu akan melukai perasaannya. Dokter katakan saja kalau saya yang mandul�
�Tidak bisa begitu. Anda kan tidak ada masalah�
Cukup lama mereka berbincang, hingga pria tersebut berhasil meyakinkan dokter untuk mengatakan sesuai keinginannya.
Entah bagaimana ceritanya, tetangga-tetangga yang dulu bertanya siapa diantara suami istri itu yang bermasalah akhirnya mendengar bahwa pria itu mandul. Kabar itu juga sampai kepada kerabat mereka. Kasak kusuk pun semakin kencang. Meski demikian, rumah tangga keduanya masih bertahan. Hingga suatu hari, lima tahun setelah hasil lab itu, wanita itu tak dapat lagi bersabar.
�Sembilan tahun sudah kita berkeluarga, dan selama itu aku dapat bersabar. Sampai-sampai para tetangga kasihan melihatku dan mengatakan �kasihan yang wanita shalihah itu. Ia telah bersabar hidup bertahun-tahun dengan suaminya yang mandul.� Terus terang, aku ingin menggendong anak, mengasuh dan membesarkannya. Kini aku tak dapat lagi memperpanjang kesabaranku. Tolong ceraikan aku agar aku bisa menikah dengan laki-laki lain dan mendapat anak darinya,� kata wanita itu kepada suaminya.
Sang suami dengan sabar mendengar tuntutan itu sambil menasehatinya. �Ini ujian dari Allah sayang� Kita perlu bersabar��
Mendengar nasehat tersebut, emosi istri sedikit mereda. �Baiklah, aku akan bersabar. Tapi hanya satu tahun. Jika berlalu masa itu dan kau tidak juga memberiku keturunan, ceraikan saja aku.�
Selang beberapa hari, tiba-tiba wanita itu jatuh sakit. Hasil lab menunjukkan, ia mengalami gagal ginjal. �Ini semua gara-gara kamu,� kata wanita itu kepada suaminya yang saat itu menungguinya di rumah sakit, �Aku terus menahan sabar karenamu. Inilah akibatnya. Sudah tidak punya anak, kini aku kehilangan ginjalku.�
�Apa? Kau akan pergi ke luar negeri?� kata wanita itu dengan nada tinggi, esok harinya ketika sang suami berpamitan kepadanya. Entah bagaimana perasaannya, ia yang kini bad rest di rumah sakit harus berjuang sendiri tanpa suami.
�Ini tugas dinas, Sayang. Dan sekaligus aku akan mencari pendonor ginjal buatmu�
Beberapa hari kemudian, wanita itu mendapatkan kabar gembira bahwa telah ada seseorang yang mau mendonorkan ginjalnya. Tetapi dokter merahasiakan namanya.
�Orang itu sungguh baik, Dokter. Ia mendonorkan ginjalnya untukku tanpa mau diketahui namanya. Sementara suamiku sendiri, ia justru pergi ke luar negeri, meninggalkanku sendiri,� mata dokter yang mendengar komentar itu berkaca-kaca. Ia tahu persis siapa yang mendonorkan ginjal untuk wanita itu.
Dengan izin Allah, operasi berhasil dengan baik. Wanita itu sembuh. Dan yang lebih menakjubkan, tak lama kemudian ia hamil, lalu melahirkan seorang bayi yang lucu. Ucapan selamat datang dari kerabat dan tetangga. Kini bisik-bisik itu telah selesai. Dan kehidupan rumah tangga keduanya pun normal kembali.
Kini sang suami telah menjadi seorang panitera di pengadilan Jeddah, setelah menyelesaikan pendidikan S2 dan S3-nya. Ia juga telah hafal Qur�an dengan mendapatkan sanad riwayat Hafs dari �Ashim.
Suatu hari saat sang suami dinas luar, tak sengaja wanita itu menemukan buku harian suaminya di atas meja. Mungkin karena terburu-buru, sang suami itu lupa menyimpannya seperti biasa.
Betapa terkejutnya wanita itu membaca halaman demi halaman episode rumah tangga yang selama ini tak diketahuinya. Bahwa ternyata yang mandul adalah dirinya. Bahwa pendonor ginjal itu adalah suaminya sendiri. Ia pun menangis sejadi-jadinya. Hampir pingsan ia menyadari kekeliruannya selama ini. Ia yang tak tahan dan ingin minta cerai, padahal suaminya lah manusia paling sabar yang ia temui. Ia kesal dengan suaminya yang pergi saat ia operasi, padahal suaminya terbaring lemah saat itu demi menghibahkan satu ginjal untuknya.
Ketika sang suami pulang, wanita itu tak mampu memandang wajahnya. Ia tertunduk malu. Hampir seratus hari lamanya, ia terus begitu. Malu di depan pria yang paling dicintainya dan paling berjasa dalam hidupnya. [Keluargacinta.com]

Minggu, 13 Oktober 2013

Kisah Wanita Cantik Mulia Bersuamikan Lelaki Tua, Hitam dan Buruk Akhlaknya


Hasil gambar untuk gambar wanita cantik bercadarPadang pasir itu begitu panas. Membuat Al A�masi yang menemani Harun Ar Rasyid pergi berburu menjadi sangat kehausan. Menteri itu pun menoleh ke kanan dan ke kiri, barangkali ada orang yang bisa memberinya air.

Pandangan Al Ma�masi berhenti pada sebuah kemah. Ya, ada kemah di padang pasir ini. Ia pun bergegas ke sana. Ternyata kemah itu dihuni oleh seorang wanita cantik yang mempesona.
Melihat ada tamu yang datang, wanita itu mempersilakannya untuk duduk agak jauh darinya.
�Aku Al A�masi, menterinya Harun Ar Rasyid. Bolehkah aku minta air?� kata Al A�masi memberitahukan keperluannya.
�Maaf, suamiku melarangku memberikan air kepada orang lain,� jawab wanita itu membuat Al A�masi yang tadinya berharap segera terbebas dari kehausan merasa harus menahan sabar. Muncul pertanyaan dalam dirinya, mengapa suami wanita ini melarangnya menolong orang lain.
�Tapi aku punya jatah makan pagi, berupa susu yang belum kuminum. Ambillah untukmu.� Lanjut wanita itu. Al A�masi bersyukur sekaligus kagum dengan kemuliaan wanita tersebut.
Tak berselang lama, wajah wanita itu tampak berubah. Rupanya ada sebuah titik hitam mendekat. Makin lama makin tampak, seorang laki-laki di atas untanya berjalan ke arah kemah itu.
�Itu suamiku� kata wanita tersebut sambil bergegas menghampiri suaminya. Ia membantu lelaki tua, hitam dan jelek itu turun dari ontanya, serta mencuci tangan dan kakinya. Laki-laki itu kemudian masuk ke dalam kemah tanpa mempedulikan dan menyapa Al A�masi. Dari dalam kemah, terdengar laki-laki itu berkata buruk kepada istrinya.
�Aku kasihan kepadamu,� kata Al A�masi kepada wanita itu, sebelum ia berpamitan. �Engkau ini masih muda, cantik, berakhlak mulia, tetapi bergantung kepada suami tua, hitam dan buruk akhlaknya. Mengapa kamu bergantung kepadanya? Apakah karena hartanya? Padahal ia miskin. Apakah karena ketampanannya? Padahal ia hitam dan jelek. Apakah karena akhlaknya? Padahal akhlaknya buruk�
�Aku justru kasihan kepadamu wahai Al A�masi� jawab wanita itu dengan tegas. �Bagaimana mungkin Harun Ar Rasyid punya menteri yang berusaha menjauhkan seorang muslimah dari suaminya. Ketahuilah, iman itu separuhnya adalah syukur dan separuhnya adalah sabar. Aku bersyukur karena Allah membimbingku dengan Islam dan memberiku kecantikan. Dan kini aku belajar bersabar dengan suami seperti yang engkau sebutkan.�
Al A�masi tak bisa berkata apa-apa. Sungguh mengagumkan wanita itu. Allah telah memuliakan akhlaknya sebagaimana Dia telah mempercantik wajahnya.
Sebagaimana keseluruhan hidup ini, pernikahan juga ujian. Istri atau suami yang telah menikah dengan kita, kadang kita dapati tidak sesuai dengan mimpi-mimpi indah kita. Allah telah memberikan banyak contoh. Ada pasangan ideal seperti Adam dan Hawa, Ibrahim dan Sarah, atau Muhammad dan Khadijah. Namun Allah juga memberikan contoh sejarah, ada Nuh dan istrinya. Ada Fir�aun dan suaminya.
Sungguh membahagiakan jika suami dan istri kita adalah sosok ideal yang kita harapkan. Tetapi jika kita telah menikah dan suami atau istri kita tak seideal yang kita harapkan, kebahagiaan itu ada pada sikap kita. Ada nasehat bijak mengatakan, jika suami kita tak seburuk Fir�aun, tidak bolehkah kita menjadi perempuan semulia Asiyah. [Muchlisin BK/Kisahikmah.com]

Senin, 07 Oktober 2013

Hikmah dan Rahasia Mengapa Buang Angin Membatalkan Wudhu




Mengapa buang angin membatalkan wudhu? Jawaban paling umum adalah, karena ini masalah ibadah. Ibadah adalah perkara tauqifiyah yang harus berlandaskan syariat. Seperti apa ketetapan Allah dan Rasul-Nya, umat Islam wajib mengikutinya.

Tak berhenti pada jawaban itu, Direktur Asosiasi Riset Ilmiah Universitas Al Azhar Syaikh Ali Ahmad Al Jurjawi terus memikirkan masalah ini, hingga kemudian ia mengungkap hikmah dan rahasia mengapa buang angin membatalkan wudhu.

Berikut ini penjelasan beliau yang dibukukan dalam Hikmatut Tasyri wa Falsafatuh (Indahnya Syariat Islam; Mengungkap Rahasia dan Hikmah di Balik Perintah dan Larangan dalam Al Qur�an dan Sunnah):

Angin yang keluar dari tubuh manusia ada empat; yang keluar dari dubur (lubang belakang), yang keluar dari qubul (lubang depan/kemaluan), yang keluar dari mulut dan yang keluar dari hidung.

Kebijaksanaan Allah, Sang Pemilik syariat menjadikan angin yang keluar dari dubur saja yang membatalkan wudhu. Karena ia melewati kotoran saat keluar.

Yang keluar dari mulut tidak membatalkan wudhu karena melewai tempat yang tidak mengandung kotoran, yakni tenggorokan. Demikian pula yang keluar dari hidung.

Sedangkan yang keluar dari qubul, sekalipun melewati tempat keluarnya air kencing, tetapi baunya hilang, bahkan seringnya keluar tanpa disadari, sehingga tidak membatalkan wudhu.

Inilah hikmah dan rahasia mengapa angin yang keluar dari dubur membatalkan wudhu. Mahasuci Allah yang telah mengatur segala perkara dengan sangat bijaksana. 
Bersanma Dakwah.com

Rabu, 25 September 2013

KISAH DUKA ISTRI KEHILANGAN SUAMI

Hasil gambar untuk gambar dukaKisah ini terjadi di Malaysia beberapa tahun yang lalu. Namun penyesalan berkepanjangan terus mengikuti sang istri.
Berikut ini kisah lengkapnya seperti diterjemahkan secara bebas dari laman fitrihadi.com:
Sebenarnya kami adalah pasangan yang romantis. Bahkan, teman-teman sering memperbincangkan keharmonisan kami. Meskipun bekerja, aku tetap melayani suami dan mengurus anak-anak dengan baik. Aku bersyukur suami memahami posisiku. Ini membuat aku semakin sayang kepadanya.
Sementara suamiku, di tengah kesibukannya, ia juga selalu membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik. Ia juga sering mengimamiku shalat. Aku bahagia dengan hubungan kami.
Hari itu, Senin. Aku ingat betul. Aku pergi ke kantor pagi-pagi karena banyak urusan yang harus aku selesaikan. Termasuk janji bertemu dengan sejumlah klien. Biasanya jam 6 petang aku sudah berada di rumah, hampir bersamaan dengan azan Maghrib berkumandang. Aku lihat suamiku telah bersiap-siap untuk shalat Maghrib. Pun anak-anak telah tampil rapi, mereka sudah mandi dan tampak riang bersama ayahnya. Aku lihat suamiku sangat bahagia bersama anak-anak petang itu.

Ba�da Maghrib, kami keluar ke sebuah restoran. Jaraknya sekira 5 kilometer dari rumah. Sepanjang perjalanan kami bergurau, ngobrol ke sana kemari, disertai tawa yang kadang-kadang lepas.
Aku merasakan kegembiraan suamiku petang itu lain dari biasanya. Cara bercandanya, cara tersenyum dan tertawanya� Dalam hati aku hanya bisa bersyukur dan berbahagia.
�Sudah jam 12.30 tengah malam, Bang. Ayo pulang,� kataku setelah melihat jam tangan. Tak terasa sudah larut. Tanpa banyak bicara, suamiku pergi ke kasir.
Kami tiba di rumah dua puluh menit kemudian. Anak-anak kami yang jumlahnya tiga orang segera masuk rumah dan tidur. Usia si bungsu baru tujuh tahun, sedangkan si sulung berusia 12 tahun.
Aku juga mulai mengantuk. Maklum, di jam segini dan setelah perut terisi dengan makanan lezat restoran tadi, bawaannya ingin langsung tidur saja. Di saat seperti itu suami membelai rambutku, ia menginginkan sesuatu. Tapi mataku terasa berat, aku ingin tidur.
Suami membisikiku, ini permintaan terakhirnya. Namun, aku berpikir, aku mengantuk dan dia juga mungkin kecapekan. Lebih baik besuk saja. Perlahan-lahan suami melepaskan pelukannya.
Pagi harinya, ada perasaan tak menentu. Seperti ada hal besar yang akan terjadi. Aku menelpon suami, tetapi tidak dijawab. Hingga kemudian aku dikejutkan dengan telepon dari kepolisian. Mereka mengabarkan bahwa suamiku kecelakaan dan memintaku segera datang ke rumah sakit.
Hatiku seakan pecah saat itu. Aku ke rumah sakit, tetapi segalanya telah terlambat. Suamiku menghembuskan nafas terakhirnya sebelum aku tiba di sana. Air mata menjadi saksi betapa aku sangat kehilangan dirinya.
Yang lebih kusesali, meskipun aku telah ridha dengan takdir dariNya, aku tidak memenuhi permintaan di malam terakhirnya. Hatiku dihinggapi perasaan bersalah yang luar biasa. Aku takut jika suamiku pergi menghadapNya dalam kondisi tidak ridha kepadaku. Dan aku tidak sempat meminta maaf kepadanya karena kini ia telah terbaring kaku.
Aku jadi ingat dengan hadits Nabi, �Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang suami yang mengajak istrinya tidur bersama, lalu ditolak isterinya, maka malaikat yang di langit akan murka kepada istrinya itu hingga suami memaafkannya�.
Setiap kali teringat suami, mataku gerimis. Pipiku basah. Aku hanya bisa memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta�ala.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi seluruh wanita muslimah di segala penjuru dunia. Jika suamimu memintamu, sepanjang kau mampu, penuhilah. Sebab engkau tak pernah tahu kapan tiba-tiba Allah mengambil suamimu. Dan semoga engkau selalu mendapatkan rahmatNya, tersebab suami yang selalu ridha padamu kapan pun juga. [Kisahikmah.com]

Rabu, 18 September 2013

HARGA SEBUAH KATA MAAF

Hasil gambar untuk GAMBAR SALING MEMAAFKANSuatu ketika para sahabat sedang berkumpul di sekitar Rasulullah SAW, mereka melihat suatu pemandangan yang aneh. Tiba-tiba saja mereka melihat Nabi SAW tampak bersedih dan mata beliau berkaca-kaca seolah akan menangis. Tetapi tidak berapa lama kemudian, tampak wajah beliau berbinar-binar gembira, bahkan beliau tertawa sehingga kelihatan dua gigi seri beliau. Para sahabat penasaran, tetapi mereka malu untuk bertanya, sampai akhirnya Umar yang memang cukup kritis, berkata, �Wahai Rasulullah, apa yang membuat engkau tampak menangis, kemudian tertawa?� Nabi SAW tersenyum melihat wajah-wajah para sahabat yang tampak keheranan sekaligus penasaran. Kemudian beliau berkata,
�Sungguh ditampakkan kepadaku suatu pemandangan di saat ditegakkan pengadilan Allah (yakni, yaumul hisab, hari perhitungan) �..!!� Kemudian beliau menceritakan, bahwa ada dua orang dari umat beliau yang menghadap Allah SWT. Salah satunya mengadukan temannya, ia berkata, �Wahai Allah, ambilkanlah untukku, kedzaliman yang dilakukan saudaraku ini (padaku)!!� Maka Allah berfirman kepada orang yang mendzalimi tersebut, �Berikanlah kepada saudaramu kedzalimanmu itu (yakni kebaikannya, untuk menebus kedzaliman yang telah dilakukannya saat di dunia kepada saudaranya itu)�.!!� �Wahai Rabbi, bagaimana aku bisa melakukannya sedangkan aku tidak (lagi) memiliki kebaikan sedikitpun!!� Kata Lelaki yang dzalim itu. Allah berfirman kepada lelaki yang menuntut tersebut, �Bagaimana engkau meminta darinya, sedangkan ia tidak memiliki lagi kebaikan sedikitpun�!!� �Diambilkan dari keburukan-keburukanku, ya Allah, dan pikulkanlah kepada dirinya�!!� Memang seperti itulah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, dosa atau kedzaliman yang berhubungan dengan manusia (termasuk hutang), tidak cukup hanya dengan bertobat kepada Allah. Harus diselesaikan (dihalalkan) dengan mereka ketika masih hidup di dunia. Jika tidak, kejadiannya akan seperti yang diceritakan Nabi SAW tersebut di atas. Ketika melihat pemandangan itulah Nabi SAW merasa bersedih dan hampir menangis melihat keadaan umatnya yang memilukan tersebut. Kemudian Nabi SAW bersabda, �Itu adalah hari yang agung, di mana pada hari itu setiap orang membutuhkan adanya orang lain yang dapat memikul kesalahan-kesalahannya�.!!� Tak lama kemudian Nabi SAW meneruskan cerita beliau, bahwa dalam keadaan seperti itu, Allah SWT berfirman kepada lelaki yang mengajukan tuntutan, �Angkatlah kepalamu, dan lihatlah!!� Lelaki tersebut mengangkat kepalanya dan ia melihat pemandangan yang menakjubkan, kalau sekarang ini bisa digambarkan seperti melihat tayangan televisi raksasa, yang membuatnya terpana kagum. Ia berkata, �Ya Rabbi, saya melihat kota-kota yang bangunannya bertatahkan perak dan emas. Untuk nabi yang manakah ini? Untuk orang setia yang manakah ini? Untuk orang syahid yang manakah ini??� Allah berfirman, �Itu semua untuk orang yang mampu membayar harganya!!� �Siapakah yang mampu membayarnya, ya Allah?� Tanya lelaki itu. �Engkau mampu membayarnya!!� �Dengan apa saya harus membayarnya, ya Allah?� "Dengan memberi maaf kepada saudaramu!!� Segera saja lelaki penuntut tersebut berkata, �Ya Allah, saya telah memaafkan dirinya!!� Dalam riwayat lain disebutkan, setelah lelaki itu memaafkan temannya, Allah berfirman kepadanya, �Gandenglah tangan saudaramu itu, dan ajaklah ia masuk ke surga yang telah menjadi milikmu tersebut!!� Ketika melihat pemandangan tersebut, Nabi SAW menjadi gembira dan beliau tertawa sehingga terlihat dua gigi seri beliau. Selesai menceritakan semua itu, Nabi SAW bersabda, �Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan antara kalian. Sesungguhnya Allah menghubungkan antara orang-orang mukmin�!!� Sahabat , adakah kesalahan orang lain yang belum kita maafkan? Sesungguhnya ketika kita mampu memaafkan, seolah-olah kita mampu membeli syurga Allah. Atau, pernahkah kita melakukan kesalahan pada orang lain? Segeralah meminta halal (maaf) pada orang tersebut, sebelum kematian datang dan kita menjadi orang yang rugi karena harus memberikan pahala amalan kita pada dirinya, atau memikul dosa-dosa yang ia lakukan.
MAJALAH UMMI FB

Senin, 16 September 2013

Kisah Diterimanya Haji Sebelum Berangkat ke Tanah Suc

Ini kesekian kalinya Abdullah bin Mubarak menunaikan ibadah haji. Setelah thawaf, ulama besar tabi�ut tabi�in yang lahir pada 118 H itu bermimpi. Ia melihat dua malaikat yang turun dari langit sedang bercakap-cakap.
�Berapa jumlah umat Islam yang menunaikan haji pada tahun ini?� tanya salah seorang malaikat.
�600.000 jama�ah haji,� jawab malaikat yang lain, �sayangnya tidak ada satupun dari mereka yang diterima hajinya�
Dalam mimpi itu, Abdullah bin Mubarak merasa terperangah. Jumlah sebanyak itu tak ada yang diterima? �Padahal jama�ah haji ini datang dari berbagai negeri. Mereka sudah mengeluarkan banyak uang, melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan. Bagaimana mungkin semuanya tidak diterima?� Ibnu Mubarak menangis.
�Namun�� lanjut malaikat, �Ada satu orang yang hajinya diterima. Namanya Ali bin Muwaffaq, seorang penduduk Damaskus yang berprofesi sebagai tukang sepatu. Sebenarnya ia tidak jadi berangkat haji, tetapi Allah menerima hajinya dan mengampuni dosanya. Bahkan berkat dia, seluruh jama�ah haji yang sekarang ada di tanah suci ini diterima hajinya oleh Allah Subhanahu wa Ta�ala.
Abdullah bin Mubarak sangat bahagia. Ia bersyukur, hajinya dan haji seluruh jama�ah diterima. Sayangnya,
Abdullah bin Mubarak terbangun sebelum mendengarkan dialog malaikat berikutnya. Sehingga ia pun tidak mengetahui lebih lanjut siapa orang mulia yang karenanya haji ratusan ribu orang ini diterima.
Musim haji selesai, rasa penasaran Abdullah bin Mubarak semakin menjadi. Maka ia pun memutuskan untuk pergi ke Damaskus, mencari seorang lelaki yang hajinya diterima sebelum ia datang ke tanah suci.
Damaskus bukanlah kota kecil. Alangkah susahnya mencari seseorang yang hanya diketahui nama dan profesinya, tanpa diketahui alamatnya. Namun dengan izin Allah, setelah berusaha dan bertanya ke sana kemari, akhirnya Abdullah bin Mubarak dapat menemukan rumah orang yang bernama Ali bin Muwaffaq.
�Assalamu�alaikum,� kata Abdullah bin Mubarak di depan rumah itu.
�Wa�alaikum salam�
�Benarkah ini rumah Ali bin Muwaffaq, tukang sepatu?�
�Ya, benar. Ada yang bisa saya bantu?�
�Saya Abdullah bin Mubarak, sewaktu haji saya bermimpi dua malaikat bercakap-cakap bahwa seluruh jama�ah haji tidak diterima hajinya kecuali Ali bin Muwaffaq, tukang sepatu dari Damaskus. Padahal Ali bin Muwaffaq tidak jadi berangkat haji. Lebih dari itu, Allah akhirnya menerima haji seluruh jama�ah berkat Ali bin Muwaffaq� mendengar itu Ali bin Muwaffaq sangat terkejut, hingga jatuh pingsan.
Setelah ia sadar, Abdullah bin Mubarak menceritakan kisahnya lebih lengkap. �Amal apakah yang telah engkau lakukan sehingga Allah menerima hajimu padahal engkau tidak jadi berangkat ke tanah suci?�
�Ya, aku memang tidak jadi berangkat haji. Sungguh anugerah dari Allah jika Allah mencatatku sebagai orang yang hajinya diterima. Sebenarnya aku telah menabung sejak lama, hingga terkumpullah biaya haji. Namun suatu hari, sebelum aku berangkat ke tanah suci, aku dan istriku mencium masakan yang sedap. Istriku yang sedang mengandung jadi sangat ingin masakan itu. Lalu kucari sumbernya, ternyata dari tetanggaku. Aku katakan maksudku, namun ia malah menjawab, �Sudah beberapa hari anakku tidak makan. Hari ini aku menemukan keledai mati tergeletak, lalu aku memotong dan memasakknya menjadi masakan ini. Makanan ini tidak halal untuk kalian.� Mendengar itu, aku merasa tertampar sekaligus sangat sedih. Bagaimana mungkin aku akan berangkat haji sedangkan tetanggaku tidak bisa makan. Maka kuambil seluruh uangku dan kuserahkan padanya untuk memberikan makan anak dan keluarganya. Karena itu, aku tidak jadi berangkat haji.�
Abdullah bin Mubarak terharu. Bulir-bulir air mata membasahi pipi ulama itu. �Sungguh pantas engkau menjadi mabrur sebelum haji. Sungguh pantas hajimu diterima sebelum engkau pergi ke tanah suci,� kata Abdullah bin Mubarak kepada Ali bin Muwaffaq. [Tim Redaksi Kisahikmah.com]